Desakan Muncul dari Akar Masalah
Danantara, organisasi pemantau kebijakan publik, baru-baru ini mendesak pemerintah untuk menunda pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di sejumlah BUMN. Mereka menilai, proses RUPS saat ini mengandung banyak ketidakterbukaan yang bisa merugikan kepentingan negara. Selain itu, organisasi ini menuding bahwa sejumlah keputusan strategis BUMN berjalan tanpa kajian mendalam dan partisipasi publik yang memadai.
RUPS Terlalu Tergesa-Gesa
Menurut pernyataan resmi yang Danantara sampaikan pada 6 Mei 2025, pelaksanaan RUPS di beberapa perusahaan pelat merah berlangsung terburu-buru. Mereka mengklaim bahwa Kementerian BUMN tidak memberikan cukup waktu kepada pemangku kepentingan untuk mempelajari materi rapat. Bahkan, dalam beberapa kasus, dokumen rapat baru muncul satu hari sebelum pertemuan dimulai.
Dengan kondisi seperti ini, publik dan pemegang saham minoritas tidak punya cukup waktu untuk mengevaluasi keputusan yang akan diambil. Oleh karena itu, Danantara menilai Kementerian BUMN mengabaikan prinsip tata kelola yang baik, termasuk transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.
Penunjukan Direksi Jadi Sorotan
Selain itu, Danantara juga menyoroti pola penunjukan direksi dan komisaris di sejumlah BUMN. Mereka menuduh Kementerian BUMN masih menjadikan posisi strategis sebagai alat balas budi politik. Hal ini, menurut Danantara, terlihat dari daftar nama calon direksi yang muncul menjelang RUPS—yang mayoritas berasal dari lingkaran kekuasaan.
Ketua Umum Danantara, Bayu Pratama, menyampaikan bahwa rotasi jabatan di lingkungan BUMN sering kali tidak memperhatikan kompetensi. Ia menyebut, “Kami tidak menentang pergantian pimpinan, tetapi negara harus memilih orang yang tepat, bukan sekadar loyal secara politik.”
Mendesak Evaluasi Ulang
Oleh karena itu, Danantara mendesak Presiden dan Menteri BUMN untuk mengevaluasi ulang jadwal RUPS. Mereka meminta pemerintah menghentikan sementara seluruh proses hingga terjadi perbaikan dalam tata kelola dan mekanisme seleksi jabatan. Danantara juga menyerukan pembentukan tim independen yang bertugas mengaudit seluruh rencana rotasi dan mutasi di tubuh BUMN.
Lebih lanjut, Danantara mengusulkan agar Kementerian BUMN membuka daftar calon pimpinan kepada publik sebelum RUPS berlangsung. Dengan begitu, masyarakat bisa ikut menilai kelayakan calon berdasarkan rekam jejak, bukan kedekatan politik.
BUMN Bukan Milik Pemerintah Semata
Danantara menekankan bahwa BUMN merupakan milik negara, bukan sekadar instrumen pemerintah. Oleh karena itu, mereka mengingatkan seluruh pejabat agar berhenti memperlakukan BUMN seperti “ladang kekuasaan.” Sebaliknya, mereka mendorong pemimpin negara untuk menjaga integritas dan nilai strategis BUMN bagi kepentingan nasional.
Dalam pernyataannya, Danantara juga mengungkit hasil audit BPK tahun lalu. Laporan tersebut menunjukkan bahwa beberapa BUMN mengalami kerugian akibat salah urus dan keputusan strategis yang tidak rasional. Kondisi tersebut memperkuat argumen bahwa RUPS harus berjalan secara hati-hati dan profesional.
Dukungan dari Akademisi dan Aktivis
Desakan Danantara mendapat respons positif dari kalangan akademisi dan pegiat anti-korupsi. Guru besar ekonomi Universitas Indonesia, Prof. Dedi Arifin, menilai langkah penundaan RUPS sangat masuk akal. Ia menyatakan, “Ketika keputusan strategis BUMN hanya diambil segelintir elite, kita berisiko kehilangan arah pembangunan ekonomi nasional.”
Aktivis dari Forum Transparansi Publik, Sita Maharani, juga menyuarakan dukungan. Ia menambahkan, “Publik berhak tahu siapa yang akan mengelola uang negara. Apalagi jika keputusan itu berdampak besar terhadap harga saham, utang BUMN, dan layanan publik.”
Tanggapan dari Kementerian BUMN
Menanggapi desakan tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN, Rendra Fajri, menyampaikan klarifikasi. Ia mengklaim bahwa Kementerian BUMN tetap menjalankan proses RUPS sesuai regulasi. Namun, ia juga tidak membantah bahwa komunikasi publik perlu ditingkatkan.
Rendra mengatakan, “Kami terbuka terhadap kritik konstruktif. Saat ini, Kementerian sedang menyusun mekanisme transparansi baru, termasuk publikasi lebih awal terhadap agenda RUPS.” Meski demikian, ia belum mengonfirmasi apakah pihaknya akan menunda RUPS seperti yang diminta Danantara.
Jalan Tengah Masih Terbuka
Situasi ini menunjukkan bahwa ruang dialog antara masyarakat sipil dan pemerintah masih terbuka. Danantara menyatakan kesiapannya untuk duduk bersama Kementerian BUMN guna membahas usulan perbaikan. Mereka bahkan mengusulkan forum konsultasi publik sebelum RUPS dilaksanakan.
Dengan dialog terbuka, proses RUPS bisa mengedepankan akuntabilitas. Selain itu, pemerintah bisa menghindari tekanan politik yang berpotensi mencederai prinsip meritokrasi.
Transparansi Jadi Kunci
Kini, bola panas berada di tangan Menteri BUMN dan Presiden. Publik menanti langkah nyata untuk memperbaiki tata kelola perusahaan negara. Jika pemerintah mengabaikan desakan ini, masyarakat berisiko kehilangan kepercayaan terhadap BUMN—yang selama ini memainkan peran vital dalam pembangunan nasional.
Sebaliknya, bila pemerintah merespons secara positif, maka kepercayaan publik akan meningkat. RUPS pun bisa menjadi momentum pembaruan tata kelola, bukan sekadar agenda rutin tahunan.
Kesimpulan:
Desakan Danantara untuk menunda RUPS BUMN bukanlah bentuk perlawanan, melainkan panggilan untuk memperbaiki sistem. Dengan niat membangun tata kelola yang transparan dan profesional, organisasi ini mengajak pemerintah berdialog. Kini, tanggung jawab ada di tangan pengambil kebijakan: apakah mereka siap mengedepankan kualitas, atau justru terus mempertahankan pola lama yang merugikan?
Awesome https://shorturl.fm/5JO3e
https://shorturl.fm/6539m
https://shorturl.fm/YvSxU
https://shorturl.fm/bODKa
https://shorturl.fm/m8ueY
https://shorturl.fm/j3kEj
https://shorturl.fm/PFOiP
Join our affiliate program and start earning commissions today—sign up now! https://shorturl.fm/82ulK
Apply now and receive dedicated support for affiliates! https://shorturl.fm/uZY2Z
https://shorturl.fm/SaDXt
https://shorturl.fm/Py7Oc
https://shorturl.fm/4Hiud
https://shorturl.fm/i4Nla